Merawat Toleransi, Personel Polresta Banda Aceh Amankan Perayaan Shitirai Maha Puja
Banda Aceh merupakan kota yang beragam agamanya, dimana dalam mayoritas penduduknya beragama Islam, terdapat sedikitnya komunitas beragama lainnya, diantaranya agama Hindu.
Komunitas Hindu Tamil di Banda Aceh terlihat khidmat dalam melaksanakan ibadah yang dinamai Thiruvila Sithirai Maha Puja, Jumat (18/4/2025).
Ini merupakan ritual ibadah sebagai ungkapan syukur kepada Dewa Murugan, yang biasanya diperingati pada bulan April sesuai dengan kalender India.
Kapolresta Banda Aceh Kombes Pol Joko Heri Purwono melalui Kapolsek Kuta Raja Iptu Muhammad Jabir menjelaskan, pengamanan kegiatan ini merupakan salah satu tugas Kepolisian dalam menjaga keamanan.
Selama tiga hari, Personel Polresta Banda Aceh akan melakukan pengamanan terhadap kegiatan ibadah yang dilaksanakan oleh Umat Hindu di Kuil Shri Palani Andawetr Gampong Keudah, ucap Kapolsek.
Menurut Kapolsek, perayaan tahunan ini dipimpin oleh Naindra, dengan rangkaian prosesi doa dan pembakaran api sebagai bentuk penghormatan kepada Dewa Muruga.
Pendeta Rada Krisna menjelaskan bahwa Cithirai Maha Puja merupakan ritual penting yang diperingati setiap tahun, bertepatan dengan hari kelahiran Dewa Muruga.
“Hari ini menandai kemenangan Dewa Muruga atas setan, dan sebagai umat Hindu, kita diwajibkan merayakannya,” kata Krisna.
Krisna juga menyampaikan bahwa sekitar 25 umat Hindu di Banda Aceh mengikuti perayaan ini, dan beberapa di antaranya bahkan datang dari Medan hingga Malaysia.
“Perayaan berjalan dengan lancar berkat dukungan masyarakat dan komitmen pemerintah,” ucapnya.
Perayaan Cithirai Maha Puja berlangsung selama tiga hari. Pada hari pertama, prosesi pembakaran api dilakukan di pagi hari, diikuti dengan pembacaan kitab pada sore harinya. Pada hari kedua, umat Hindu melaksanakan sembahyang, dan puncak perayaan akan digelar pada hari ketiga, Minggu, 20 April, antara pukul 09.00 hingga 10.00 WIB. Di hari terakhir, akan ada arak-arakan Archa dan ritual pelepasan nazar.
Krisna menjelaskan bahwa nazar sering dilakukan oleh umat Hindu yang memiliki masalah kesehatan atau kesulitan dalam usaha. Pelepasan nazar ini sebagai bentuk pengorbanan setelah doa yang mereka panjatkan terkabul.
Krisna menekankan bahwa toleransi antar umat beragama di Aceh sangat tinggi. Ia menuturkan bahwa setelah tsunami, umat Hindu banyak menerima bantuan dari warga Muslim di sekitar mereka.
“Masyarakat Hindu dan Muslim di Aceh hidup berdampingan dengan harmonis, bahkan ada kesamaan dalam budaya, seperti penggunaan daun temuru dalam masakan dan tradisi peusijuk,” ujarnya