Polisi di Banda Aceh Lakukan Pengamanan Organisasi Wartawan Saat Gelar Aksi Tolak RUU Penyiaran
Sejumlah personel Polresta Banda Aceh memberikan tugas pengamanan kepada Puluhan wartawan yang tergabung dalam empat organisasi jurnalis PWI Aceh, IJTI, PFI dan AJI Banda Aceh saat melakukan aksi bungkam dengan melakban mulutnya di depan Kantor Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA), Senin (27/5/2024).
Aksi ini sebagai bentuk protes rencana revisi UU Penyiaran yang kini digodok di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI.
Kapolresta Banda Aceh, Kombes Pol Fahmi Irwan Ramli melalui Kapolsek Kuta Alam, AKP Suriya mengatakan, pengamanan terhadap sebuah kegiatan merupakan tugas dan tanggungjawab polri.
Sesuai dengan Undang – Undang Nomor 2 tahun 2002, tgas pokok polri salah satu melayani masyarakat, dimana pengamanan merupakan layanan yang diberikan oleh Polri kepada para jurnalis saat melakukan aksi unjuk rasa di DPRA pada hari ini.
mereka (awak media) menyuarakan pembatalan seluruh pasal bermasalah dalam Revisi Undang-Undang Penyiaran yang berpotensi membungkam kebebasan pers dan kebebasan berekspresi, tambahnya.
Di mana RUU Penyiaran ditentang oleh publik sebab dinilai dapat mencederai demokrasi, salah satunya soal melarang mempublikasi reportase investigasi.
Bahkan sebagian dari jurnalis tersebut meletakkan kamera dan id cardnya, sambungnya.
Mereka juga melakukan aksi teatrikal berupa melakban mulut mereka masing-masing sebagai wujud protes upaya pembungkaman dan merebut kebebasan pers yang kini sedang digodok pemerintah, tambahnya.
Koordinator Aksi, Rahmat Fajri mengatakan, aksi ini dilakukan serentak di seluruh Indonesia oleh teman-teman wartawan.
Mereka mendesak agar pemerintah membatalkan rencana revisi UU penyiaran tersebut.
“Karena UU ini mengekang kebebasan pers dan penguasa semakin mudah untuk korupsi. Karena kebebasan pers sudah dijegal,” katanya.
Ketua PWI Aceh, Nasir Nurdin mengatakan, aksi itu dilakukan merupakan sikap para wartawan yang menolak rencana Revisi UU penyiaran yang sedang digodok di Komisi I DPR RI.
“Dan aspirasi yang kita sampaikan sudah diterima oleh Ketua DPRA, dimana nantinya akan disampaikan ke DPR RI,” kata Nasir Nurdin.
Sementara itu, Ketua AJI Banda Aceh, Juli Amin mengatakan, aksi tersebut tidak hanya dilakukan di Banda Aceh saja, melainkan seluruh pers yang ada di Indonesia juga melakukan aksi serupa.
Dia mengatakan, yang dikhawatirkan dari rencana RUU Penyiaran salah satunya pasal 42 dan Pasal 50 B ayat 2c.
Dimana pasal tersebut rencana akan menjadi ancaman kebebasan pers lewat larangan investigasi dan ambil alih wewenang Dewan Pers oleh KPI.
“Kalau ini jadi, kita tidak bisa lagi menayangkan hasil investigasi. Padahal investigasi ini adalah ruhnya jurnalis,” ungkap Juli.
Setidaknya ada tiga poin tuntutan yang mereka suarakan.
Diantaranya, menolak RUU Penyiaran yang mengandung pasal-pasal bermasalah.
Kemudian, DPR RI diminta harus melibatkan organisasi pers, akademisi, dan masyarakat sipil dalam penyusunan kebijakan yang berkaitan dengan kebebasan pers dan kebebasan berekspresi.
Pihaknya juga meminta pemerintah tidak mengangkangi semangat reformasi dengan melemahkan kerja-kerja pers melalui kebijakan yang mengekang kemerdekaan pers.