Tersangka Dugaan Pelecehan Santriwati Dititip ke LPKS, Polisi Segera Lengkapi Berkas Perkara
Satreskrim Polresta Banda menetapkan terlapor kasus dugaan pelecehan santriwati yang melibatkan terlapor anak di bawah umur berusia 16 tahun sebagai tersangka. Tersangka ditahan dan dititipkan ke UPTD Lembaga Penyelenggaraan Kesejahteraan Sosial (LPKS) Anak Berhadapan dengan Hukum (ABH) Nirmala, Banda Aceh.
Kapolresta Banda Aceh Kombes Pol Joko Heri Purwono melalui Kasat Reskrim, Kompol Fadillah Aditya Pratama, mengatakan, kini pihaknya sedang memproses lebih lanjut yang bersangkutan untuk melengkapi berkas perkara pelimpahan.
“Mulai kemarin–Rabu (14/5/2025)–dititipkan di LPKS ABH terkait dengan dugaan tindak pidana pemerkosaan dan pelecehan seksual terhadap anak di bawah umur,” kata Kompol Fadillah kepada Serambi, Kamis (15/5/2025).
Pihaknya menjerat tersangka dengan Pasal 50 Jo 47 Qanun Aceh Nomor 6 Tahun 2014 tentang Hukum Jinayat Jo UU RI Nomor 11 tahun 2012 tentang sistem peradilan pidana anak. Pada Pasal 50 ancamannya cambuk paling sedikit 150 kali, paling banyak 200 kali atau denda paling sedikit 1.500 gram emas murni, paling banyak 2.000 gram emas murni atau penjara paling singkat 150 bulan, paling lama 200 bulan.
Kemudian pada Pasal 47, terancam cambuk paling banyak 90 kali atau denda paling banyak 900 gram emas murni atau penjara paling lama 90 bulan. “Dikurangi dengan sepertiga dari ancamannya dikarenakan pelaku masih di bawah umur,” tutup Kompol Fadillah.
Sebelumnya diberitakan, seorang santriwati berusia 16 tahun diduga disekap berhari-hari dan menjadi korban pelecehan seksual oleh salah seorang siswa di Kecamatan Syiah Kuala, Banda Aceh. Hal itu terjadi saat korban dijemput seorang siswa dari pesantrennya, lalu korban di bawah ke kamar rumah terlapor. Perbuatan tersebut sudah dilakukan pelaku pada Januari lalu dan diulangi lagi pada April 2025.
Menurut penuturan korban, dia disekap selama lebih kurang 10 hari pada peristiwa pertama, kemudian terulang lagi di mana korban harus bermalam di kamar rumah pelaku selama dua malam. “Akan tetapi korban baru berani buka suara saat sudah didampingi kuasa hukum,” ungkap Kuasa Hukum Korban, Ona Handayani SH, Minggu (4/5/2025) lalu.
Sementara terpisah, Kuasa Hukum Terlapor, Yulfan SH MH membantah tuduhan penyekapan dan pelecehan tersebut. Hal ini dikatakan sangat prematur dan manipulatif. Berdasarkan bukti yang dimiliki kuasa hukum terlapor, justru pelapor yang mengatur waktu dan titik penjemputan.
“Komunikasi dan ajakan dilakukan secara sadar oleh pelapor sendiri, sehingga tuduhan penyekapan sangat tidak berdasar dan menyesatkan, kami memiliki dokumen dan bukti digital yang mendukung hal ini,” ungkap Yulfan dalam keterangannya yang diterima, Rabu (7/5/2025) lalu.
Pihaknya menegaskan, tidak terdapat unsur pemaksaan, kekerasan, maupun pemerkosaan (jarimah pemerkosaan) sebagaimana diatur dalam Pasal 50 Qanun Aceh Nomor 6 Tahun 2014 tentang Hukum Jinayat. Berdasarkan fakta yang dimiliki kuasa hukum, hubungan antara pelapor dan terlapor terjadi atas dasar suka sama suka dalam konteks hubungan pacaran yang telah berlangsung sebelumnya.
“Bukti berupa komunikasi digital menunjukkan adanya kesepakatan sadar dan tanpa paksaan dari kedua belah pihak,” pungkasnya.